Partisipasi positif penyandang disabilitas Kota Banda Aceh dalam PEMILUKADA Foto bersama di Rumah Ibu Illiza Sa'aduddin Jamal (Walikota Banda Aceh) |
Pada tanggal
8 Juli 2016, kurang lebih 20 orang penyandang disabilitas dan non disabilitas
berkunjung ke rumah ibu Illiza Sa’aduddin Djamal (walikota Banda Aceh) untuk
silaturrahim. Kunjungan ini sekaligus menyampaikan ide dan aspirasinya menuju
Banda Aceh menjadi Kota Madani. Penyandang disabilitas yang hadir terdiri dari
penyandang disabilitas netra, disabilitas daksa, disabilitas rungu dan non
disabilitas.
Kunjungan
ini difasilitasi oleh Bapak Syarifuddin selaku ketua Lembaga Pemberdayaan
Sumberdaya Tunanetra Aceh (LEMPESTA) Kota Banda Aceh dan Forum Komunikasi
Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh (FKMBKA), memaparkan rencana program kerja serta
rencana pembentukan Tim Sukses Inklusi yang nantinya akan bekerja. Beliau juga
mengatakan, “Apa saja yang akan dilakukan oleh Tim Sukses Inklusi ini, kami sudah menyusunnya bersama-sama.
Namun demikian, kami tetap memerlukan masukan dan dukungan dari ibu. Dengan
adanya dukungan dari ibu, itu akan menjadi modal untuk kami bisa bekerja
nantinya.”
“Tim
Sukses Inklusi ini sudah bisa bekerja sebagaimana mestinya. Dengan terbentuknya
tim ini, mudah-mudahan program Banda Aceh Kota Madani sudah sejalan dengan
program inklusi yang teman-teman sampaikan. Oleh karena itu, Tim Sukses
Inklusi bisa menjalankan kewajibannya dan
juga akan mendapatkan haknya juga. Semoga kota madani yang menjadi impian kita
semua bisa menjadi kota yang dapat mendukung kebutuhan penyandang disabilitas,
perempuan, anak-anak dan semua orang tentunya.” kata Illiza Sa’aduddin Djamal
(walikota Banda Aceh).
Selanjutnya,
Sebagai orang yang bergelut di organisasi, tentu masing-masing organisasi udah
punya program kerja sendiri-sendiri. Saat ini FKMBKA bekerjasama dengan IOM dalam
program tanggap bencana. Rencananya pada bulan Agustus simulasi tanggap bencana
akan dilaksanaakan. Pada simulasi ini akan melibatkan banyak orang terutama
penyandang disabilitas. Rencananya kegiatan ini akan dilaksnaakan dua kali.
Yang pertama akan disupport langsung IOM sebelum berakhirnya program mereka di
Aceh dan yang kedua FKMBKA akan melakukan sendiri melalui support DRFA.
Selain program
tanggap bencana, kita juga focus pada isu aksesibilitas. Pada bulan Mei yang
lalu kita sudah pernah melakukan survey aksesibilitas halte trans kutaradja.
Dari hasil survey , halte Trans Kutardja tidak ada yang akses bagi penyandang
isabilitas. Kegiatan ini kita lakukan atas kerjasama beberapa organisasi
diantaranya Young Voices Indonesia Aceh, Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas
(HWDI) Aceh, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Aceh, ketua
Forum Komunikasi Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh (FKMBKA), Lembaga
Pemberdayaan Sumberdaya Tunanetra Aceh (LEMPESTA), Komunitas Tunarungu, Natural
Aceh, dan para relawan.
Kemudian,
pendataan disabilitas Kota Banda Aceh saat ini juga menjadi perhatian kami di
organisasi. Sampai saat ini, data penyandang disabilitas tidak ada yang akurat.
Tahun lalu kami memperoleh informasi dari Dinas Sosial Kota Banda Aceh, bahwa
jumlah penyandang dabilitas ada 600 orang. Tapi tahun ini, kita mendapat
informasi bahwa tahun ini data penyandang disabilitas tinggal 500 orang.
“Program tanggap
bencana dan aksesibilitas memang menjadi focus kerja kami selaku orang yang
aktif di organisasi. Namun yang tidak
kalah pentingnya juga, peningkatan kapasitas dan sumber daya penyandang disabilitas
juga harus diperhatikan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan lapangan kerja. Untuk
bidang pendidikan, harapannya pendidikan inklusi yang sekarang sedang berjalan
di Kota Banda Aceh, lebih ditingkatkan agar kesempatan bagi penyandang
disabilitas memperoleh pendidikan yang baik dan layak serta mampu bersaing
dengan masyarakat pada umumnya. Dari hasil survey yang pernah Young Voices
Indonesia Aceh lakukan pada tahun 2015, sekolah reguler yang mendapat SK
sebagai sekolah inklusi, belum berjalan dengan semestinya. Bahkan tenaga
pendidikpun masih belum faham apa yang dimaksud dengan iklusi. Untuk Aceh saat
ini, penyandang disabilitas sangat jarang yang melanjutkan pendidikannya ke
tingkat universitas. Ini dikarenakan minimnya peluang bagi mereka untuk mengakses pekerjaan.
Motivasi dan dukungan untuk kuliah tidak mereka peroleh baik dari keluarga
maupun lingkungannya. Setelah menyelesaikan kuliah mereka tidak tau mau dibawa
kemana ilmunya. Masih ada anggapan, selesai kuliah untuk apa? Mau bekerja
dimana? Ini yang selalu menjadi pertanyaan. Harapannya, dengan dibukanya
kesempatan dan adanya penerimaan penyandang disabilitas untuk bekerja, maka
akan semakin besar kesempatan dan motovasi bagi penyandang disabilitas untuk
kuliah dan mengakses pekerjaan yang layak. ” kata Erlina Marlinda selaku Facilitator
Young Voices indonesia Aceh.
Baca Juga:
0 Response to "Partisipasi Positif Penyandang Disabilitas Kota Banda Aceh dalam PEMILUKADA"
Post a Comment